Jumat, 27 Januari 2012

DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP EKONOMI INDONESIA

A.    Pengaruh Globalisasi dalam Bidang Ekonomi
Globalisasi ekonomi ditandai dengan makin tipisnya batas geografi dari kegiatan ekonomi atau pasar nasional atau regional. Banyak negara yang terlibat menjadi satu proses global mengikuti kekuatan pasar global, sehingga tidak ada kondisi dari pemerintah. Contoh, sepeda motor merk “Honda” diproduksi tidak hanya dari negara asalnya Jepang saja tetapi sudah diproduksi di negara lain dengab lisensi dari perusahaan induknya di Jepang. Bahkan produk-produk yang lain juga demikian dibawah kendali perusahaan multinasional, seperti makanan, minuman, dan kebutuhan rumah tangga yang yang lain.
Liberalisasi perdagangan bebas ini semakin menguat setelah ditanda tanganinya GATT atau Perjanjian Umum Tentang Tarif dan Perdagangan, dan kemudian putaran Uruguay tahun 1995 berhasil membentuk WTO atau Organisasi Perdagangan Dunia yang sampai sekarang diperkirakan anggotanya 148 negara. Pengaruh WTO ini semakin meluas setelah dibentuknya GATS (General Agreement on Trade and Services) yaitu mengatur liberalisasi lalu lintas barang dan jasa antara lain menghapus tarif bea maupun non-tarif seperti, pelarangan impor, kuota, lisensi impor, persyaratan investasi, dan sebagainya.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan pengaruh globalisasi di bidang ekonomi ini antara lain : (a) Globalisasi menguntungkan negara-negara maju, (b) Globalisasi melahirkan perusahaan-perusahaan raksasa (multinasional), (c) Banyak perusahaan di negara-negara maju mendensentralisasikan operasi perusahaannya, atau sekedar membuka cabang di negara-negara berkembang, (d) Bagi negara berkembang berakibat merosotnya nilai tukar ekspor terhadap impor barang-barang manufaktur, (e) Kekuatan tawar menawar negera-negara sedang berkembang semakin melemah, (e) Kekuatan tawar menawar negara–negara sedang berkembang semakin lemah, (f) pasar uang global menyebabkan nilai tukar mata uang negara-negara berkembang terus merosot.




B.    Globalisasi di Bidang Ekonomi dalam Hal Liberalisasi Perdagangan, Keuangan dan Investasi.
Globalisasi ekonomi bukanlah proses yang baru. Sejak lima abad yang lalu perusahaan-perusahaan di negara-negara yang perekonomiannya telah maju, telah meluaskan jangkauannya melalui aktivitas produksi dan perdagangan (yang semakin intensif dimasa penjajahan) ke berbagai belahan dunia. Namun, sejak dua hingga tiga dekade lalu, globalisasi ekonomi telah semakin mempercepat perluasan jangakauan tersebut sebagai akibat dari berbagai faktor, seperti perkembangan teknologi dan terutama kebijakan-kebijakan liberalisasi yang telah menjalar ke seluruh dunia.
Aspek-aspek terpenting yang tercakup dalam proses globalisasi ekonomi adalah runtuhnya hambatan-hambatan ekonominasional, meluasnya aktivitas-aktivitas produksi, keuangan dan perdagangan secara internasional serta semakin berkembanganya kekuasaan perusahaan-perusahaan transnasional dan institusi-intitusi moneter internasional. Walaupun globalisasi ekonomi merupakan proses yang terjadinya tidak secara merata, dengan peningkatan perdagangan dan investasi hanya terfokus di segelintir negara saja, namun hampir semua negara di dunia sangat dipengaruhi oleh proses tersebut. Sebagai contoh, sebuah negara berpendapatan rendah yang pangsa perdagangannya sangatkecil dalam perdagangan dunia, namun perubahan permintaan atau harga-harga komoditas-komoditas ekspornya atau kebijakan untuk secara cepat menuunkan bea-bea impornya dapat secara sosial dan ekonomi berpengaruh besar terhadap negara tersebut. Negara tersebutmunkin hanya memiliki perab yang kecil dalam perdagangan dunia, namun perdagangan dunia memiliki pengaruh sangat besar terhadap negara tersebut, yang munkin saja pengaruhnya jauh lebih luas dibandingkan dengan pengaruhnya atas perekonomian-perekonomian yang telah maju.
Liberalisasi eksternal dari perekonomian nasional mencakup penghapusan hambatan-hambatan nasional atas aktivitas ekonomi, meningkatkan keterbukaan dan integrasi dari negara-negara ke dalam pasar dunia. Di kebanyakan negara, hambata-hambatan nasional dalam bidang moneter dan pasar uang, perdagangan dan investasi asing langsung pada umumya telah dihapus. Dari ketiga aspek liberalisasi (keuangan, perdagangan, investasi), proses liberalisasi moneter adalah persoalan yang paling mendapat perhatian. Selama ini  telah terjadi liberalisasi yang ekstensif dan progresif atas berbagai kontrol terhadap aliran dan pasar uang.
Liberalisasi perdagangan juga meningkat secara gradual, namun tidak seperti yang terjadi pada liberalisasi moneter. Peran perdagangan yang meningkat dibarengi oleh pengurangan tarif secara umum, baik di negara-negara maju maupun di negara sebagian lagi sebagai akibatdari babak-babak putaran perdagangan multilateral di bawah GATT ( General Agrement on Tariff and Trade). Namun demikian, tarif-tarif yang tinggi tetap masih muncul dinegara-negara maju, dalam sektor-sektor seperti pertanian, tekstil dan produk-produk manufaktur tertentu, yang merupakan sektor dimana negara sedang berkembangan memiliki keunggulan komparatif. Lebih jauh lagi, terdapat peningkatan penggunaan hambatan non-tariff yang mempengaruhi aksesdari negara sedang berkembang ke pasar negara-negara maju.
 Juga telah terjadi pertumbuhan yang mantap dalam liberalisasi Investasi Asing Langsung (FDI), meski pada sekala yang lebih kecil dari aliran moneter internasional. Kebanyakan FDI dan penngkatannya merupakan akibat dari aliran-aliran dana investasi langsung di antara negara-negara maju. Akan tetapi, sejak awal tahun 1990-an, aliran FDI ke negara sedang berkembang telah meningkat secara relatif, dari rara-rata 17 % pada tahun 1981-1990 menjadi 32 % pada tahun 1991-1995. Hal tersebut sejalan dengan liberalisasi kebijakan-kebijakan investasi asing di kebanyakan negra sedang berkembang dalam waktu belakangan ini. Namun, banyak dari FDI tersebut memusat hanya di beberapa NSB. Secara khusus, negara-negara terbelakang (Least Developed Countries) menerima bagian yang sangat kecil dari aliran-aliran FDI tersebut, meskipun mereka telah meliberalisasi kebijakan-kebijakannya. Dengan demikian, FDI bukan merupakan suatu sumber keuangan eksternal yang signifikan kebanyakan negara sedang berkembang, yang besar kemunkinan masih tetap berlangsung dalam beberapa tahun mendatang.

C.    Globalisasi Dalam Merumuskan Kebijakan pada Bidang Ekonomi
Di dalam ciri terpenting dan khas dari proses globalisasi adalah “globalisasi” dalam kebijakan dan mekanisme pembuatan kebijakan nasional. Kebijakan-kebijakan nasional (yang meliputi bidang-bidang ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi) yang hingga sekarang ini berada di bawah juridiksi pemerintah dan masyarakata dalam sutu negara bergeser menjadi berada di bawah pengaruh atau diproses badan-badan internasional atau perusahaan swasta besar serta pelaku ekonomi atau keuangan internasional. Hal ini telah menyebabkan terjadinya erosi kedaulatan nasional, dan mempersempit kemampuan pemerintah dan masyarakat untuk memilih berbagai pilihan dalam kebijakan ekonomi, sosial dan budaya.
Kebanyakan negara sedang berkembang telah merasakan bagaimana kemampuan mereka dalam pembuatan kebijakan mengalami erosi, dan mereka harus mengadopsi kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh entitas lain, yang mungkin mengganggu fokus perhatian negara-negara tersebut. Negara-negara maju, dimana mayoritas pelaku ekonomi berada, yang juga mengontrol proses dan kebijakan badan-badan ekonomi internasional, akan menjadi lebih baik jika dapat mengontrol kebijakan nasional mereka sendiri sebaik kontrol mereka atas kebijakan dan praktek dari berbagai institusi internasional dan sistem global. Meskipun demikian, merupakan fakta yang benar juga bahwa perusahaan-perusahaan besar telah mengambil alih sebagian besar pembuatan keputusan bahkan di negara maju sekalipun, dengan tanggungan negara atau pimpinan poitik dan sosial.
Sebagian dari erosi atas kemampuan nasional dalam pembuatan kebijakan disebabkan oleh liberalisasi pasar dan perkembangan teknologi. Sebagai contoh, aliran modal bebas, keterlibatan modal dalam jumlah besar, serta kekuasaan para pelaku ekonomi dan spekulator besar yang tidak terdeteksi, semakin menyulitkan negara sedang berkembang untuk mengontrol tingkat kurs dan aliran keluar masuk uang dari negaranya. Berbagai perusahaan transnasional dan intitusi moneter mengontrol sumber daya yang sangat besar, melebihi yang mampu dikelola oleh pemerintah, sehingga dapat mempunyai pengaruh kebijakan yang besar di banya negara. Perkembangan teknologi telah menjadi faktor yang mempersulit dan membuat tidak mungkinnya perumusan kebijakan. Misalnya, pendirian TV dan ketersediaan stasiun-stasiun kecil penerimanya, dan tersebarnya kegunaan surat menyurat secara elektronik dan internet menyulitkan pemerintah untuk menentukan kebijakan komunikasi atau budaya, maupun untuk mengontrol penyebaran informasi dan produk-produk kebudayaan.
Namun demikian, satu aspek yang lebih penting adalah proses yang saat ini terjadi, yang memungkinkan institusi-institusi global menjadi perumus dari semakin banyak bidang cakupan kebijakan yang pada awalnya berada dibawah jurisdiksi pemerintah nasional. Saat ini, pemerintah-pemerintah harus menerapkan kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan keputusan-keputusan dan aturan-aturan berbagai institusi internasional tersebut. Institusi-institusi utama dimaksud adalah Bank Dunia, IMF dan WTO.
Ada juga organisasi internasional lain yang berpengaruh, khususnya PBB beserta badan-badan dibawahnya, traktat, konvensi serta konferensi dunia yang diadakannya. Namun demikian, pada tahun-tahun terakhir, PBB telah kehilangan banyak kebijakan pengaruh operasionalnya atas berbagai persoalan ekonomi dan sosial. Hal sama juga terjadi atas kekuasaan dan kewenangan Bank Dunia, IMF dan GATT atau WTO.
  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar